Kemah Kagem

27 April 2022

Kami Kemah!

“Di sini lebah, di sana lebah, di mana-mana pun tetap lebah”

“Sapi!!Moooooh!”

“Lalala, yeyeye, hura hura Krik, Jangkrik!”

Terbagi dalam enam kelompok, tapi kami masih dalam satu naungan kubah Kagem, penyelenggara Kemah Ceria yang segala gagasannya diprakarsai oleh kakak-kakak perancang kegiatan.

Kakak-kakak perancang itu antara lain ada Kak Utha, selaku Kepala Sekolah Rumbel Kagem dan berperan sebagai Sie. Acara yang kemudian akan dikenal sebagai Kak Kemangi, lalu Kak Lulung yang pada kesempatan kali ini berlaku sebagai Ketua Pelaksana dan selanjutnya akan kita sebut sebagai Pak Kades Turi. Ada juga Kak Ika yang berkesempatan menjadi Sekretaris bernama samaran sebagai Kak Lompong dengan Bendaharanya Kak Puja bernama samaran (penulis lupa, lebih tepatnya tidak tahu, hehe maaf). Apa hanya itu kakak-kakaknya? Tentu saja tidak, ada banyak kakak yang juga menjadi penguat untuk sederetan acara kemah dan kakak-kakak tersebut dibagi dalam berbagai urusan. Ada yang konsentrasi dengan masalah pendampingan adik-adik, ada yang konsentrasi dengan masalah perojekan alias angkut-angkut barang dan keperluan kemah, ada yang konsetrasi untuk perkara perapian (baca saja Api Unggun), dan yang sama sekali tidak boleh diabaikan adalah kakak-kakak yang berkonsentrasi dalam urusan,”Waktunya makan!”. Bagian ini penting sekali mengingat kegiatan dalam Kemah Kagem cukup banyak, jadi asupan makanan juga perlu perhatian khusus. Meski terkesan tugasnya berlabel, tapi sebenarnya hampir semua kakak bekerja secara rapel-rapel, maksudnya pekerjaannya rangkap-rangkap, dari yang ini menjadi itu, yang itu menjadi ini, yang begini juga begitu, yang begitu juga begini. Dengan begitu kakak-kakanya menjadi komplit dan kompak. Hehehe.

Tidak kalah dengan kakak-kakaknya, adik-adik peserta kemah pun menginspirasi dengan keserempakannya dalam memaknai sebuah tim, kompetisi terbuka, dan persahabatan. Setiap tim memiliki yel-yel sebagai alarm keberdaan mereka. Yel-yel kelompok satu dengan yang lain berbeda-beda, ada yang panjang dan dinyanyikan dengan gerakan-gerakan lucu dan ada juga yang beryel-yel dengan singkat. Pada sabtu, 22 Juni 2013 pukul 15.00 kami bersiap-siap untuk berangkat ke TKP (Tempat Kejadian Perkemahan) di jakal Km. 12, tepatnya dusun Titik-Titik (penulis lupa lagi) dengan cuaca yang basah setelah hujan lebat.

Adik-adik beserta barang bawaannya, diangkut dengan mobil Kak Ian, Kak Ika, Kak Dicky, juga Bunda sendiri. Ternyata di antara sekian banyak adik-adik peserta kemah, ada yang menolak diantar dengan mobil karena,”Aku mabuk, Mbak kalau nyium bau mobil” kemudian dengan cara yang sopan, adik itu memohon diri untuk diperbolehkan nebeng motor saja. Tidak lama, sampailah kami di sebuah lapangan sepak bola depan area pemakaman. Setiap kelompok dengan cepat memasuki tenda-tenda siap pakai untuk menata barang-barang pribadi dan kelompok.

Waktu bergulir dan acara pembuka pun dimulai oleh Kak Kemangi dan sedikit sambutan Pak Kades Turi yang dipandu oleh Kak Fata. Sebagai tanda pembukaan acara tersebut, ada penyematan atribut kepada adik-adik peserta kemah dengan perwakilan dari dua kelompok. Satu perwakilan dari kelompok putri dan satu perwakilan dari kelompok putra. Selesai acara pembukaan, berikutnya kami semua bersiap-siap untuk sholat maghrib di mushola dekat TKP. Ketika setiap kelompok tengah mempersiapkan diri mereka untuk penampilan pentas seni di tenda masing-masing setelah sholat maghrib, pelan-pelan hujan menghampiri dengan pasti. Kedatangannya dimulai dengan gerimis tipis-tipis, sedikit menebal, dan kemudian bres! Resmi hujan. Keadaan dalam tenda mulai meriuh, di sinilah kakak-kakak pendamping bertugas menenangkan adik-adik yang panik karena tenda mulai menetes-netes dan terbal sebagai alas mulai lembab oleh air yang masuk. Akhirnya, kami mengungsi ke mushola. Ketika itu, ada beberapa adik yang merasa pusing dan masuk angin karena terkena air hujan, tapi syukurlah dapat tertangani dengan cukup cepat.

Kedatangan makanan untuk makan malam juga menjadi pelega dan peredam kekusutan adik-adik, selain juga ada Kak Fahmy yang mengajak adik-adik dalam permainan sederhana untuk menceriakan keadaan yang mendung. Hujan memang tidak dapat dihindari, tapi bukan Kagem dong ya kalau menyerah pada keadaan? Jadi, acara pemutaran film dan pentas seni yang ditunggu-tunggu tetap diselenggarakan.

Usai makan malam, adik-adik dikumpulkan di teras Mushola dan satu per satu film karya adik-adik Kagem di bawah arahan kakak-kakak diputar. Sederhana, lucu, tidak perlu mahal, dan yang paling penting adalah menghibur serta sangat menginspirasi bahwa membuat film dengan pesan bermakna itu tidak perlu properti atau percakapan yang muluk-muluk.

Selesai memutar film, sampailah pada acara pentas seni. Pentas seni ini dimaksudkan untuk menggali kreativitas adik-adik dalam menampilkan pertunjukan bagi para penonton di panggung selain juga mengasah keberanian di depan umum. Panggung yang sempit bukan masalah, terbukti dengan penampilan satu per satu kelompok yang menghibur. Banyak yang menyanyi, menggemaskan sekali di tengah hujan yang tinggal rintik-rintik. Pentas seni usai, layar LCD diturunkan, dan panggung kembali menjadi teras Mushola yang biasa. Ada sedikit kegundahan sempat menyergap di antara kakak-kakak karena ternyata adik-adik menghendaki tidur di tenda sedang hawa dingin menusuk dan tenda basah. Tentu saja kami khawatir dengan kesehatan adik-adik, mengingat sudah ada beberapa adik yang pusing dan merasa tidak enak badan. Tapi, alangkah mengharukan ketika ada di antara mereka (adik-adik) yang dengan kesungguhan mampu meyakinkan kami untuk meloloskan permohonan mereka tidur di tenda dengan sekelumit kalimatnya,”Namanya juga kemah, Mbak…Dingin, basah ya nggak masalah. Kalau tidurnya di mushola namanya kami nggak jadi kemah dong”. Ok, sampai di sini pemahaman mereka tentang kemah sangat baik dan jujur saja itu membuat semburat keharuan. Mereka mengerti bahwa kemah tidak sekedar “di sini senang di sana senang”, tapi untuk mengubah apapun di sekitar kita menjadi sumber kebahagiaan dan bukan penghambat untuk tujuan-tujuan kita. Dingin, basah bukan masalah, mereka jelas tahu itu adalah tantangan yang harus dihadapi, resiko yang tidak perlu mereka keluh kesahkan. Keyakinan mereka itulah yang membuat tenda basah, dingin, lembab menjadi tempat istirahat yang membahagiakan karena mereka saling bertukar cerita sebelum tidur, saling menertawakan kekonyolan masing-masing sebelum tidur, dan akhirny berdoa sebelum tidur.

Tidak genap tiga jam, kami bangun, mempersiapkan diri untuk sholat subuh dan matahari terang muncul dari timur. Acara pertama pada minggu, pagi 23 Juni 2013 adalah lomba masak. Acara tersebut berlangsung selama kurang lebih dua jam. Masing-masing kelompok di bawah arahan kakak-kakak pendamping memasak bahan-bahan yang berkabohidrat selain nasi. Seru sekali! Ada yang masak mie, kentang, dan ketela. Nama masakannya pun lucu-lucu. Adik-adik dituntut untuk memasak dengan biaya bahan tidak melebihi Rp10.000,00. Ini melatih mereka untuk mengatur keuangan serta mengajarkan mereka untuk survival ketika tidak ada nasi.

Acara masak yang seru itu, dilanjutkan dengan acara pamungkas yang sudah pasti jadi gong-nya. Outbond, Selusur sungai dengan sebelumnya kami sarapan dulu, supaya kuat dan selamat. Ada tiga pos yang harus dilalui oleh setiap kelompok. Saat selusur sungai inilah kekompakan dan kemampuan berstrategi setiap kelompok diuji.

Pos pertama, berada di depan rumah Pak Lurah setempat, dengan permainan masuk tali keluar tali (Entahlah apa nama yang sebenarnya, penulis tidak tahu. Hehe). Cara bermainnya adalah ujung tali (rafia) dimasukkan ke lubang lengan baju ketua kelompok, lalu tali tersebut harus keluar melalui lubang celana bagian bawah, kemudian dimasukkan lagi ke lubang lengan baju anggota yang lain dan keluar melalui lubang celana bagian bawah, begitu seterusnya sampai tali itu tersambung dan harus ditarik ulur keluar melalui lubang celana bagian bawah dari anggota kelompok paling akhir.

Lanjut ke Pos kedua. Inilah sungai! Untuk sampai ke pos kedua, kami harus turun dengan sedikit curam. Ada kejadian lucu saat kami harus menyeberang sungai kecil, ternyata jembatan kayu yang tidak seberapa itu terhalang karena keberadaan seekor kambing yang tengah dimandikan. Ada adik peserta yang ketakutan karena kambing itu terus mengembik, entah karena bahagia bertemu dengan manusia – manusia atau justru takut karena bertemu manusia-manusia. Tidak tahulah, tidak ada satupun dari kami yang berminat untuk mengajaknya ngobrol, jadi kami lalui dia dengan menyelusuri air sungai. Syukurlah sungainya masih yang dangkal. Kami nyebur sungai dua kali, sampailah di pos kedua. Nah! Di sini kami bermain estafet air dengan menggunakan gelas bekas air mineral. Anggota kelompok berjajar, masing-masing menggigit pinggiran satu gelas bekas, dimulai dari ketua kelompok yang mentransfer air di gelasnya ke gelas anggota di sampingnya, tangan tidak boleh ikut campur untuk permainan ini. Air terus dioper dengan menggunakan gelas bekas yang digigit. Kemudian anggota paling akhir yang menerima air, memasukkan air tersebut ke botol bekas air mineral. Karena asyiknya melihat mereka yang kepalanya sampai miring-miring untuk mengoper air, sampai kelupaan tidak memotretnya. Hehe.

Nah! Menuju pos ketiga sangat memicu adrenalin. Kami benar-benar menyusur sungai yang kedalamannya asyik sekali untuk berenang. Kemudian naik, mendaki ke dataran yang lebih tinggi dan sampailah di pos ketiga. Di sini, adik-adik dibuat belepotan tepung karena permainan transfer energi. Energi di sini adalah tepung. Anggota kelompok berjajar ke belakang. Anggota paling depan meraup tepung sekepal dua telapak tangannya, kemudian mengoper tepung tersebut ke anggota yang duduk di belakangnya tanpa menengok ke belakang. Jadi…jika tidak konsentrasi dan tidak saling tanggap, tepung itu bisa meleset jatuh mengenai diri sendiri atau berhamburan sia-sia. Tepug terus dioper sampai yang paling terakhir mengoper tepung itu ke koran tanpa melihat ke belakang. Karena permainan ini membuat adik-adik bersalju dan berceloteh sambil kriyip-kriyip matanya terkena hamburan tepung, penulis sampai lupa lagi memotret -__-‘, padahal itu adalah momen yang membahagiakan sekaligus mengenaskan. Pos Ketiga adalah pos paripurna untuk Outbond. Adik-adik dibuat berbalut tepung, tapi mereka bahagia menerima penderitaan tersebut karena itu mengantarkan mereka pada acara ceburan ke sungai dalam rangka membersihkan diri sambil menyelam sambil melepaskan kecintaan mereka pada air sungai. Kakak-kakaknya juga ikut ding.

Informasi ini dipublikasikan 27 April 2022 Oleh

Bagikan Informasi Ini

Informasi Terkait

Beri Komentar

Email anda tidak akan dipublikasikan, tanda * wajib diisi

More Than Sharing and Inspiring

Social Media

Contact Us

Jl. Mandala I, Dayakan, Sardonoharjo, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55581

Copyright © 2020 KAGEM JOGJA. All rights reserved

Cari Informasi

Search

Pengumuman

Artikel